PPRPM
Selamat Datang di Website Resmi Pusat Penelitian Riset dan Publikasi Mahasiswa

Sabtu, 11 Februari 2023


Transmutasi adalah perubahan atau konversi satu objek menjadi objek lain. Transmutasi unsur kimia terjadi melalui reaksi nuklir dan disebut dengan transmutasi nuklir. Transmutasi alami terjadi bila unsur radioaktif secara spontan meluruh melalui suatu periode waktu yang panjang dan berubah menjadi unsur lain yang lebih stabil. Transmutasi buatan terjadi pada mesin yang memiliki cukup energi untuk menyebabkan perubahan pada struktur nuklir unsur tersebut. Mesin yang mampu menyebabkan transmutasi buatan antara lain adalah akselerator partikel dan reaktor tokamak.

 Abad Teknik Lahir dari Transmutasi

Sebenarnya, terdapat banyak karakter dan sifat agama Islam yang men­dukung kaum Muslimin me­masuki dan menyertai kehidupan modern, yang menurut kesimpulan Ernest Gellner terletak terutama pada varian murni Islam yang selalu bersifat egalitarian dan bersemangat keilmuan (scholarly). Sedangkan varian yang mengenal sistem hierar­kis, seperti terdapat dalam kalangan kaum Sufi, selamanya dipandang sebagai ber­ada di pinggiran. Karena itu, Gell­ner lebih jauh berpendapat bahwa berkenaan dengan sejarah Eropa (Barat), keadaan akan jauh lebih memuaskan seandainya orang-orang Muslim dulu menang terha­dap Charlemegne dan berhasil mengislamkan seluruh Eropa.

Kesimpulan Gellner bisa saja merupakan sekadar suatu pemikir­an yang timbul akibat spekulasi sosiologis. Tetapi ada pemikiran yang lebih substantif lagi daripada pendekatan Ernest Gellner, yaitu ka­jian kesejarahan Marshall Hod­gson. Menurutnya, Abad Tek­nik lahir karena terjadinya trans­mutasi hebat di Eropa Barat Laut. Trans­mutasi itu sendiri terjadi akibat adanya investasi inovatif di Eropa pada abad ke-16, baik di bidang mental (kemanusiaan) mau­pun material. Investasi inovatif itu, sekali telah menemukan momen­tum­nya, berjalan melaju tanpa bisa dikembalikan lagi. Adalah amat pen­ting untuk memperhatikan bahwa dalam investasi inovatif itu sikap berperhitungan (kalkulasi) dan inisiatif pribadi senantiasa didahulukan atas pertimbangan otoritas tradisi. Di sini Hodgson melihat bahwa sesungguhnya sikap inovatif seperti itu, sekalipun dalam keadaan yang masih agak sporadis, sudah lama terdapat dalam masya­rakat agraria berkota (agrarianate citied society) di Dunia Islam. Ia mengatakan bahwa “Dunia Islam, ka­rena di zaman-zaman Islam Tengah lebih kosmopolitan dari­pada Barat, mewujudkan lebih banyak syarat untuk kalkulasi bebas dan inisiatif pribadi dalam pranata-pranatanya. Sungguh, banyak per­geseran dari tradisi sosial ke kalku­lasi pribadi yang di Eropa merupa­kan bagian ‘modernisme’ akibat transmutasi, mengandung suasana membawa Barat lebih mendekati apa yang sudah sangat mapan dalam tradisi Dunia Islam”.

Hodgson sangat mengagumi Syariah Islam. Menurutnya, ke­cenderungan pada masyarakat mo­dern untuk membiarkan adanya peranan utama bagi kontrak-kon­trak perorangan yang dibuat secara bebas, dan bukannya bagi otoritas gilda dan pertuantanahan, adalah bersesuaian dengan prinsip-prinsip Syariah. “Dengan mengambil tela­dan dari Muhammad sendiri, Sya­riah telah mengukuhkan keadilan berdasar persamaan (egalitarianis­me) dan telah menimbulkan ke­harus­an adanya mobilitas sosial, dengan me­ne­kan­­­kan tang gung jawab pri­badi dan keluar­ga inti…,”

Abad Teknik Mengungguli Abad Agraria

Pada abad ke-19 M, ketika harus di­ha­dap­kan dengan Ero­pa Barat yang modern, Dunia Islam, seperti dengan gemas diurai­kan oleh al-Afghani, memang sangat ketinggal­an. Walaupun begitu, marilah kita perjelas di sini bahwa apa yang terjadi itu pada hakikatnya bukan­lah penghadapan an­tara dua tem­pat: Asia dan Eropa; atau antara dua orentasi kultural: Ti­mur dan Barat; atau, lebih tidak benar lagi, antara dua agama: Islam dan Kristen. Yang sesungguhnya ber­lang­sung adalah penghadapan antara dua zaman: Abad Agraria dan Abad Teknis. Keunggulan Dunia Islam selama berabad-abad kejayaannya adalah suatu ke­unggul­an relatif, betapa pun hebatnya, antara sesama masyarakat-masyara­kat Abad Agraria. Tetapi keunggul­an Eropa Barat terhadap Dunia Islam terjadi dalam makna dan di­mensi historis yang jauh lebih fun­damental, yaitu keunggulan Abad Teknik atas Abad Agraria. Seperti telah disebutkan, hal itu dapat dibandingkan de­­­­­­ngan ke­ung­gul­an bangsa Su­me­ria 5000 ta­hun yang lalu atas bangsa-bang­­­­sa lain: yaitu keunggulan sua­tu Masyarakat Agra­­­ria Berkota (Agrarianate Ci­tied Society) dari “Zaman Sejarah” atas Ma­syarakat Agraria Tanpa Kota dari “Zaman Pra-Sejarah”. Tetapi sudah tentu hal itu berlangsung dalam di­mensi yang jauh lebih besar dan dengan intensitas yang jauh lebih hebat.

Seperti dicoba diterangkan oleh Marshall Hodgson, Abad Teknik ini terjadi oleh adanya “transmutasi” yang amat dipercepat, yang karena berbagai hal tertentu “kebetulan” dimulai dari Eropa Barat Laut. Terdapat kesan amat kuat, sebagai­mana terefleksikan dalam pan­dangan-pandangan al-Afghani dan ‘Abduh serta para pemikir modernis lainnya, dan sebagaimana menjadi pandangan yang dominan di dunia pada abad yang lalu, bahwa Eropa yang teknis itu adalah rasional, se­dang­kan masyarakat-masyarakat lain, termasuk Dunia Islam, adalah tradisional. Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa kesan tersebut hanya ada secara psiko­logis. Sebab sekalipun terdapat unsur rasionalisme yang kuat dalam modernisme, tapi bukti menun­jukkan bahwa masyarakat modern yang ada sekarang juga berkembang dengan mengikuti jalur kultural tradisional tertentu. Sedangkan masyarakat-masyarakat Pra-teknis, seperti Dunia Islam pada umumnya meskipun mengandung unsur oto­ri­tas kultural yang lebih kokoh, namun dalam berbagai hal tetentu tidak kurang rasionalnya dibanding dengan Masyarakat Teknik. Ke­unggulan menyeluruh Masyarakat Teknik terhadap Masyarakat Agra­ria adalah antara lain terwujud karena sistem kerja teorganisasi dan efisien. Sedangkan pada tingkat per­orangan, tidak jarang bahwa individu-individu dari Asia atau Afrika atau Amerika Latin lebih unggul dan lebih rasional daripada mereka dari Eropa Barat atau Amerika Utara.

0 Comment