Transmutasi adalah perubahan atau konversi satu objek menjadi objek lain. Transmutasi unsur kimia terjadi melalui reaksi nuklir dan disebut dengan transmutasi nuklir. Transmutasi alami terjadi bila unsur radioaktif secara spontan meluruh melalui suatu periode waktu yang panjang dan berubah menjadi unsur lain yang lebih stabil. Transmutasi buatan terjadi pada mesin yang memiliki cukup energi untuk menyebabkan perubahan pada struktur nuklir unsur tersebut. Mesin yang mampu menyebabkan transmutasi buatan antara lain adalah akselerator partikel dan reaktor tokamak.
Abad Teknik Lahir dari Transmutasi
Sebenarnya, terdapat banyak karakter dan sifat agama
Islam yang mendukung kaum Muslimin memasuki dan menyertai kehidupan modern,
yang menurut kesimpulan Ernest Gellner terletak terutama pada varian murni
Islam yang selalu bersifat egalitarian dan bersemangat keilmuan (scholarly).
Sedangkan varian yang mengenal sistem hierarkis, seperti terdapat dalam
kalangan kaum Sufi, selamanya dipandang sebagai berada di pinggiran. Karena
itu, Gellner lebih jauh berpendapat bahwa berkenaan dengan sejarah Eropa
(Barat), keadaan akan jauh lebih memuaskan seandainya orang-orang Muslim dulu
menang terhadap Charlemegne dan berhasil mengislamkan seluruh Eropa.
Kesimpulan Gellner bisa saja merupakan sekadar suatu
pemikiran yang timbul akibat spekulasi sosiologis. Tetapi ada pemikiran yang
lebih substantif lagi daripada pendekatan Ernest Gellner, yaitu kajian
kesejarahan Marshall Hodgson. Menurutnya, Abad Teknik lahir karena terjadinya
transmutasi hebat di Eropa Barat Laut. Transmutasi itu sendiri terjadi akibat
adanya investasi inovatif di Eropa pada abad ke-16, baik di bidang mental
(kemanusiaan) maupun material. Investasi inovatif itu, sekali telah menemukan
momentumnya, berjalan melaju tanpa bisa dikembalikan lagi. Adalah amat penting
untuk memperhatikan bahwa dalam investasi inovatif itu sikap berperhitungan
(kalkulasi) dan inisiatif pribadi senantiasa didahulukan atas pertimbangan
otoritas tradisi. Di sini Hodgson melihat bahwa sesungguhnya sikap inovatif
seperti itu, sekalipun dalam keadaan yang masih agak sporadis, sudah lama
terdapat dalam masyarakat agraria berkota (agrarianate citied society)
di Dunia Islam. Ia mengatakan bahwa “Dunia Islam, karena di zaman-zaman Islam
Tengah lebih kosmopolitan daripada Barat, mewujudkan lebih banyak syarat untuk
kalkulasi bebas dan inisiatif pribadi dalam pranata-pranatanya. Sungguh, banyak
pergeseran dari tradisi sosial ke kalkulasi pribadi yang di Eropa merupakan
bagian ‘modernisme’ akibat transmutasi, mengandung suasana membawa Barat lebih
mendekati apa yang sudah sangat mapan dalam tradisi Dunia Islam”.
Hodgson sangat mengagumi Syariah Islam. Menurutnya, kecenderungan
pada masyarakat modern untuk membiarkan adanya peranan utama bagi kontrak-kontrak
perorangan yang dibuat secara bebas, dan bukannya bagi otoritas gilda dan
pertuantanahan, adalah bersesuaian dengan prinsip-prinsip Syariah. “Dengan
mengambil teladan dari Muhammad sendiri, Syariah telah mengukuhkan keadilan
berdasar persamaan (egalitarianisme) dan telah menimbulkan keharusan adanya
mobilitas sosial, dengan menekankan tang gung jawab pribadi dan keluarga
inti…,”
Abad Teknik Mengungguli Abad Agraria
Pada abad ke-19 M, ketika harus dihadapkan dengan
Eropa Barat yang modern, Dunia Islam, seperti dengan gemas diuraikan oleh
al-Afghani, memang sangat ketinggalan. Walaupun begitu, marilah kita perjelas
di sini bahwa apa yang terjadi itu pada hakikatnya bukanlah penghadapan antara
dua tempat: Asia dan Eropa; atau antara dua orentasi kultural: Timur dan
Barat; atau, lebih tidak benar lagi, antara dua agama: Islam dan Kristen. Yang
sesungguhnya berlangsung adalah penghadapan antara dua zaman: Abad Agraria
dan Abad Teknis. Keunggulan Dunia Islam selama berabad-abad kejayaannya adalah
suatu keunggulan relatif, betapa pun hebatnya, antara sesama
masyarakat-masyarakat Abad Agraria. Tetapi keunggulan Eropa Barat terhadap
Dunia Islam terjadi dalam makna dan dimensi historis yang jauh lebih fundamental,
yaitu keunggulan Abad Teknik atas Abad Agraria. Seperti telah disebutkan, hal
itu dapat dibandingkan dengan keunggulan bangsa Sumeria 5000 tahun
yang lalu atas bangsa-bangsa lain: yaitu keunggulan suatu Masyarakat Agraria
Berkota (Agrarianate Citied Society) dari “Zaman Sejarah” atas Masyarakat
Agraria Tanpa Kota dari “Zaman Pra-Sejarah”. Tetapi sudah tentu hal itu
berlangsung dalam dimensi yang jauh lebih besar dan dengan intensitas yang
jauh lebih hebat.
0 Comment