PPRPM
Selamat Datang di Website Resmi Pusat Penelitian Riset dan Publikasi Mahasiswa

Sabtu, 11 Februari 2023

 


Rekayasa atau teknik (bahasa Inggrisengineering) adalah penerapan ilmu dan teknologi untuk menyelesaikan permasalahan manusia. Hal ini diselesaikan lewat pengetahuanmatematika dan pengalaman praktis yang diterapkan untuk mendesain objek atau proses yang berguna. Para praktisi teknik profesional disebut insinyur atau rekayasawan (sarjana teknik).

Arti kata rekayasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah re.ka.ya.sa [n] (1) penerapan kaidah-kaidah ilmu dl pelaksanaan (spt perancangan, pembuatan konstruksi, serta pengoperasian kerangka, peralatan, dan sistem yg ekonomis dan efisien); rencana jahat atau persekongkolan untuk merugikan dsb pihak lain: ia menjadi terdakwa krn — yg dilakukan tetangganya[1].

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata teknik adalah pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan hasil industri (bangunan, mesin). Contoh: Sekolah teknik, ahli teknik. Arti lainnya dari teknik adalah cara (kepandaian dan sebagainya) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni[2].

Menurut sejarahnya, banyak para ahli yang meyakini kemampuan rekayasa manusia sudah tertanam secara "alami". Hal ini ditandai dengan kemampuan manusia purba untuk membuat peralatan peralatan dari batu. Dengan kata lain teknik pada mulanya didasari dengan trial and error untuk menciptakan alat untuk mempermudah kehidupan manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu pengetahuan mulai berkembang, dan mulai mengubah cara pandang manusia terhadap bagaimana alam bekerja. Perkembangan ilmu pengetahuan ini lah yang kemudian mengubah cara teknik bekerja hingga seperti sekarang ini. Orang tidak lagi begitu mengandalkan trial and error dalam menciptakan atau mendesain peralatan, melainkan lebih mengutamakan ilmu pengetahuan sebagai dasar dalam mendesain.

Abad Teknik suatu Keharusan Sejarah

Apa pun yang terjadi, diseba­b­kan oleh dinamika internal Tek­nika­lis­me, sekali suatu Abad Teknik tersembulkan di suatu tempat, tidaklah mungkin lagi bagi tempat lain untuk juga menyembulkannya. Dikarenakan efek teknikalisasi yang melanda dunia dengan cepat, tem­pat-tempat lain tersebut hanya bisa me­nolak, atau menerima dan meng­­­­­­­asimilasinya. Karena itu ma­syarakat di tempat-tempat lain, ter­masuk umat Islam, dengan cepat kehilangan kemandiriannya dan berubah menjadi bagian penting atau tidak penting masyarakat dunia yang sedang mengalami trans­­mutasi. Dari sudut tinjauan ini, maka dapat dikatakan bahwa keseluruhan masyarakat para peme­luk Islam telah berhenti sebagai umat, jika pengertian umat, seperti yang ada selama ini, meng­isya­ratkan kemandirian dan kecukupan diri. Sebab kemandirian dan ke­cukupan diri Dunia Islam yang dinik­matinya selama dominasinya berabad-abad itu kini telah runtuh berhadapan dengan arus dan ge­lom­bang Teknikalisme. Maka yang tersisa sekarang ialah pe­nge­lompok­an-pengelompokan para pemeluk agama Islam yang tidak lagi ter­koor­dinasi, lebih dari masa-masa dekat sebelumnya. Universitas al-Azhar di Mesir memiliki daya tahan yang luar biasa mengagumkan, dan untuk jangka waktu lama sekali senantiasa memancarkan kewi­bawaan orientasionalnya ke seluruh Dunia Islam. Tetapi setelah secara tak terhindarkan harus berhadapan dengan arus modernisasi, responsi yang diberikannya kurang kreatif, jika bukannya reaksioner, dan peranannya sebagai sumber orien­tasi melemah dengan cepat. Terge­sernya prestise al-Azhar oleh Uni­ver­sitas Kairo yang sekular, atau malah oleh Universitas Amerika di sana, merupakan kleidoskop drama Islam menghadapi Abad Modern. Dari segi inilah amat disayangkan bahwa usaha reformasi ‘Abduh mengalami kegagalan.

Jadi memasuki dan ikut serta dalam Abad Modern bukanlah persoalan pilihan, melainkan suatu keharusan sejarah. Dan dari pers­pektif sejarah kemanusiaan itu, kemodernan bukanlah monopoli suatu tempat atau kelompok manu­sia tertentu. Selalu ada ke­mungkin­an bagi tempat-tempat dan kelom­pok-kelompok manusia lain untuk mengejar dan menyertainya. Kita hanya harus menyebut Jepang sebagai contoh bangsa bukan-Barat yang tidak saja berhasil menyertai ke­modernan itu, bahkan telah me­luncur dengan kecepatan yang men­­cengangkan, termasuk untuk orang-orang Barat sendiri.

Lebih-lebih bagi Dunia Islam, kemodernan itu semestinya tidak terlalu asing dalam tinjauan kema­nusiaan dan intelektualnya. Ter­dapat banyak pandangan yang men­jelaskan bahwa kemodernan, dalam banyak hal, merupakan pengembangan lebih lanjut nilai-nilai yang ada dalam tradisi ke­ruha­nian Irano-Semitik yang memuncak dalam Islam. Meskipun pandangan yang menyalahkan para pemeluk Islam atas keterbelakangan zaman se­karang ini mengandung usaha melindungi agama Islam (bernada apologetik), namun sebenarnya dalam pernyataan itu terdapat ke­benaran mendasar yang tidak mung­kin diabaikan. Di tangan pe­ninjau yang lebih netral dengan mengikuti disiplin ilmiah tertentu, pernyataan serupa bisa memperoleh pensubstansiannya dan terbebas dari kesan apologetik apa pun. Contoh tinjauan netral serupa itu ialah yang dilakukan oleh Ernest Gellner, seorang ahli sosiologi agama. Dalam kajiannya, Gellner menunjukkan bahwa Tradisi Agung Islam tetap bisa dimodernkan (mo­derni­sable) tanpa perlu banyak mem­beri konsesi kepada pihak luar, dan bisa merupakan semata-mata kelanjutan berbagai dialog dalam Umat sepanjang sejarahnya. Dari antara berbagai agama yang ada, kata Gellner, Islam adalah satu-satunya yang mampu tanpa banyak gangguan doktrinal untuk mem­per­tahankan sistem keimanannya dalam Abad Modern ini. Dalam penilaian Gellner, dalam Islam, dan hanya dalam Is­lam, pemurnian dan modernisasi di satu pihak, dan pe­ne­guhan kembali identitas lama u­mat di lain pi­hak, dapat dila­kukan dalam sa­tu bahasa dan pe­­r­­angkat sim­­bul-simbul yang sama. Dunia Is­lam memang ga­gal menerobos za­­man dan mem­­­pelopori u­mat ma­nusia memasuki Abad Modern. Tetapi, kata Gellner lebih lanjut, karena watak dasar Islam itu, kaum Muslimin mungkin akan justru menjadi kelompok umat manusia yang paling besar memperoleh manfaat dari kemodernan Dunia.

0 Comment