PPRPM
Selamat Datang di Website Resmi Pusat Penelitian Riset dan Publikasi Mahasiswa

Minggu, 12 Februari 2023

 







AGAMA KEMANUSIAAN DAN GLOBALISASI

Tekanan kepada segi ke­manu­siaan dari agama menjadi semakin relevan, bahkan mendesak, untuk menghadapi apa yang disebut era globalisasi, yaitu zaman yang me­nyak­sikan proses semakin me­nyatunya peradaban seluruh umat manusia berkat kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi. Ba­rang­kali peradaban umat manusia tidak akan menyatu secara total sehingga hanya ada satu peradaban di seluruh muka bumi (tentunya sedikit saja orang yang meng­hendaki demikian, karena akan mem­­bosankan). Setiap tempat mem­punyai tuntutannya sendiri, dan tuntutan itu melahirkan pola peradaban yang spesifik bagi ma­sya­rakat setempat. Tetapi jelas tidak ada cara untuk menghindari dam­pak kemudahan berkomunikasi dan berpindah tempat, berupa ke­mes­tian terjadinya interaksi dan saling mempengaruhi antara berbagai kelompok manusia. Maka, di­per­lukan adanya landasan keruhanian yang kokoh untuk memper­tahan­kan identitas, sekaligus untuk memantapkan pandangan kemaje­muk­an dan sikap positif kepada sesama manusia dan saling meng­hargai.

Berkenaan dengan ini, umat Islam boleh merasa mujur, karena mereka mewarisi peradaban yang pernah benar-benar berfungsi se­bagai peradaban global. Kos­mo­politanisme Islam pernah menjadi kenyataan sejarah, yang meratakan jalan bagi terbentuknya warisan kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh pandangan-pandangan ke­bangsaan sempit dan parokialistik. Karena itu jika sekarang kita harus menumbuhkan semangat ke­ma­nusiaan universal pada umat Islam, maka sebagian besar hal itu berarti merupakan pengulangan sejarah, yaitu menghidupkan kembali pan­dangan dan pengalaman yang da­hulu pernah ada pada umat Islam sendiri. Menyadari masalah itu se­bagai pengulangan sejarah ten­tunya akan berdampak meringan­kan beban psikologis perubahan sosial yang menyertai pergantian dari pan­dangan yang ada sekarang ke pandangan yang lebih global.

 

cd

AGAMA, MARXISME, KOMUNISME

 

Sistem Eropa Timur yang Marxis-Leninis adalah percobaan yang paling bersungguh-sungguh untuk menghapus agama dan me­lepas­kan manusia dari peranan agama. Tetapi percobaan itu, biar­pun Marx dan para pendukungnya mengklaim sebagai “ilmiah”, ter­nyata menemui kegagalan. Pertama, kaum Marxis tidak mampu benar-benar menghapus agama di sana, meskipun telah mengerahkan sege­nap dana dan daya. Kedua, justru amat ironis, Marxisme sendiri telah menjadi agama pengganti (quasi religion) yang lebih rendah dan kasar, jika tidak dapat dikatakan primitif.

Mereka yang yakin kepada ajar­an komunisme boleh jadi memang benar telah berhasil membebaskan diri­nya dari percaya kepada obyek pe­nyembahan (Arab: ilâh, yang mengandung makna etimologis, antara lain “obyek sesembahan”). Sebab, dalam pandangan mereka, menyembah akan berakibat pada perbudakan dan perampasan ke­mer­dekaan manusia. Namun ter­nyata mereka kemudian ter­je­rem­bab ke dalam praktik penyembahan kepada obyek-obyek yang jauh lebih membelenggu, lebih mem­per­budak, dan merampas lebih banyak kemerdekaan mereka, yaitu para pe­mim­pin yang bertindak tiranik dan otoriter. Apalagi para pemimpin itu dianggap personifikasi ajaran yang “suci”, sehingga wajar sekali ajaran itu dinamakan selalu dalam kaitan­nya dengan seorang tokoh pemim­pin, seperti “Marxisme”, “Leninis­me”, “Stalinisme”, “Maoisme”, dan lain-lain. Dalam istilah teknis keagamaan Islam, mereka jatuh ke dalam praktik syirik, atau bahkan lebih buruk lagi (disebut demikian sebab pengertian “syrik”, terutama sepanjang penggunaannya untuk penduduk kota Makkah yang me­nen­tang Nabi, berarti percaya kepada Tuhan namun beranggapan bahwa Tuhan itu mempunyai syarîk, yakni “peserta”, “associate”, meskipun derajat “peserta” itu lebih rendah daripada Tuhan sendiri, [Q., 39: 3]).

Meskipun Marxisme dapat di­pan­dang sebagai padanan agama (religion equivalent) atau agama pengganti, namun karena secara sadar dan sistematis menolak setiap kemungkinan percaya kepada suatu wu­jud maha tinggi, maka ia tum­buh menjadi agama palsu (ersatz religion), lebih rendah dan kasar daripada agama-agama kon­ven­sional, serta lebih memperbudak ma­nusia dan membelenggu kemer­dekaannya. Marxisme, terutama dalam bentuknya yang dogmatis dan tertutup dalam komunisme, menjadi sebuah peristiwa tragis manusia dalam usaha mencari makna hidupnya dan menemukan pemecahan yang “ilmiah” bagi persoalan hidup.

0 Comment