PPRPM
Selamat Datang di Website Resmi Pusat Penelitian Riset dan Publikasi Mahasiswa

Sabtu, 11 Februari 2023



Zaman modern atau zaman kiwari di mulai pada abad ke 16 1500. Tahun tersebut ditandai dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur, penemuan Amerika oleh Christopher Columbus, dimulainya Zeitgeist dan reformasi gereja oleh Martin Luther.

Masa modern ditandai dengan perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuanpolitik, dan teknologi. Dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20seni modernpolitikiptek, dan budaya tak hanya mendominasi Eropa Barat dan Amerika Utara, tetapi juga hampir setiap jengkal daerah di dunia. Termasuk berbagai macam pemikiran yang pro maupun yang kontra terhadap dunia Barat. Peperangan brutal dan masalah lain dari masa ini, banyak diakibatkan dari pertumbuhan yang cepat, dan hubungan antara hilangnya kekuatan norma agama dan etika tradisional. Hal ini menimbulkan banyak reaksi terhadap perkembangan modern. Optimisme dan kepercayaan dalam proses yang berjalan di tempat telah dikritik oleh pascamodernisme sementara dominasi Eropa Barat dan Amerika Utara atas benua lain telah dikritik oleh teori pascakolonial.


Abad Modern: Aspek Teknik dan Aspek Kemanusiaan

Suatu hal yang tampaknya tak mungkin dihindari tentang Tek­nika­­lisme ialah implikasinya yang mate­­rialis­tik. Maka dalam meng­hadapi dan menyertai kemodernan, kaum Muslimin dituntut untuk memper­hitungkan segi mate­rialis­me ini. Kalkulasi pribadi, inisiatif per­orang­an, efisiensi kerja adalah pekerti-pekerti yang baik dan ber­manfaat besar. Tetapi, bagai­mana­pun, menun­duk­kan nilai-nilai keakhlakan dan kema­nusiaan ke bawah pe­mak­simal­an efisien teknis, betapapun besar hasilnya, kata Hodgson, kemung­kinan sekali akan terbukti merupakan mimpi buruk yang tak rasional.

Telah diketahui bahwa aspek ke­manusiaan Abad Modern ini bisa, dan telah menjadi kenyataan, lebih penting dan lebih menentukan dari­pada aspek teknikalismenya. Generasi 1789 yang secara garis besar meru­pakan angkatan dua re­vo­lusi, yaitu Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis, dari sudut pan­dangan kemanusiaan modern Barat adalah peletak dasar-dasar segi kemanusiaan bagi kemodernan. Cita-cita ke­­manusiaan yang diru­mus­kan dalam slogan Revolusi Prancis, “Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan,” me­mang belum seluruhnya terwujudkan dengan baik. Tetapi harus diakui bahwa dunia belum pernah me­nyaksikan usaha yang lebih sungguh-sungguh dan lebih sistematis untuk mewu­judkan nilai-nilai kemanusiaan itu, dalam bentuk pelaksanaan yang terlembagakan, daripada yang dila­kukan orang (Barat) sejak terjadinya dua revolusi tersebut. Pengeja­wan­tahan terpenting cita-cita itu ialah sistem politik demokratis, yang sampai saat ini menurut kenyataan baru mantap di kalangan bangsa-bangsa Eropa Barat Laut dan ke­turun­an mereka di Amerika Utara.

Aspek teknik yang material dan aspek kemanusiaan yang non­material itu berjalan hampir seiring di Eropa Barat Laut, dan penyem­bulannya ke permukaan juga terjadi se­cara hampir bersamaan, yaitu dalam Revolusi Industri dan Re­volusi Prancis. Tetapi bagi bangsa-bangsa lain yang hendak mencoba mengejar ketertinggalannya, jika tidak mungkin mengambil kedua aspek itu sekaligus, sering dihadap­kan kepada pilihan yang tidak begitu mudah untuk menetapkan mana dari kedua aspek itu yang ha­rus didahulukan. Tetapi biasanya ben­tuk kesiapan tertentu suatu bangsa akan men­­-dorongnya untuk secara pragmatis menentukan pilih­an tanpa kesulitan. Maka India misal­nya, disebabkan oleh jumlah cukup besar dari ka­langan atasnya yang berpendidikan Barat di bawah pe­me­rintahan ko­lonial Inggris, se­cara amat menarik menunjukkan keber­hasilan­nya untuk sampai batas ter­tentu menerapkan aspek kema­nusiaan modern Barat, yaitu, dalam hal ini, demokrasi sistem peme­rintahannya. Keberhasilan itu terja­di dengan seolah-olah meng­ingkari kenyataan sosial ma­syarakat Hindu­nya yang mengenal sistem kasta yang kaku, yang sama sekali tidak selaras dengan keseluruhan cita-cita kema­nusiaan modern. Meskipun India berhasil mewujudkan dirinya seba­gai “demokrasi terbesar di muka bumi”, perkembangan lebih lanjut menunjukkan bahwa ke­melarat­an rakyatnya senantiasa menjadi sum­ber ancaman kelang­sungan demo­krasi itu.

Sebaliknya, saat-saat terakhir ini kita bisa menyaksikan peningkatan se­cara luar biasa kemakmuran material beberapa negara Timur Tengah pemilik petrodollar. Jika dibe­narkan menggunakan kriteria India itu kepada gejala Timur Tengah ini, maka dapat dikatakan bahwa, kebalikan dari India, nega­ra-negara petrodollar itu memiliki kesiapan tertentu untuk mengambil dari Barat dan mengadopsi, secara lahirnya, aspek teknik dan kemo­dern­an. Tetapi jika tidak segera atau bersama dilakukan penggarapan yang serius terhadap aspek pe­ngembangan kemanusiaannya, ada kemungkinan bahwa “kemajuan” material itu akan justru merupakan epok sejarah setempat yang ternyata nanti menimbulkan penyesalan yang mendalam. Nampaknya tan­tang­an ini disadari sepenuhnya oleh para pemimpin negara-negara itu.

0 Comment