Masa modern ditandai dengan perkembangan pesat di bidang ilmu pengetahuan, politik, dan teknologi. Dari akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, seni modern, politik, iptek, dan budaya tak hanya mendominasi Eropa Barat dan Amerika Utara, tetapi juga hampir setiap jengkal daerah di dunia. Termasuk berbagai macam pemikiran yang pro maupun yang kontra terhadap dunia Barat. Peperangan brutal dan masalah lain dari masa ini, banyak diakibatkan dari pertumbuhan yang cepat, dan hubungan antara hilangnya kekuatan norma agama dan etika tradisional. Hal ini menimbulkan banyak reaksi terhadap perkembangan modern. Optimisme dan kepercayaan dalam proses yang berjalan di tempat telah dikritik oleh pascamodernisme sementara dominasi Eropa Barat dan Amerika Utara atas benua lain telah dikritik oleh teori pascakolonial.
Abad Modern: Aspek Teknik dan Aspek Kemanusiaan
Suatu hal yang tampaknya tak mungkin dihindari tentang Teknikalisme
ialah implikasinya yang materialistik. Maka dalam menghadapi dan menyertai
kemodernan, kaum Muslimin dituntut untuk memperhitungkan segi materialisme
ini. Kalkulasi pribadi, inisiatif perorangan, efisiensi kerja adalah
pekerti-pekerti yang baik dan bermanfaat besar. Tetapi, bagaimanapun, menundukkan
nilai-nilai keakhlakan dan kemanusiaan ke bawah pemaksimalan efisien
teknis, betapapun besar hasilnya, kata Hodgson, kemungkinan sekali akan
terbukti merupakan mimpi buruk yang tak rasional.
Telah diketahui bahwa aspek kemanusiaan Abad Modern ini bisa, dan telah
menjadi kenyataan, lebih penting dan lebih menentukan daripada aspek
teknikalismenya. Generasi 1789 yang secara garis besar merupakan angkatan dua
revolusi, yaitu Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis, dari sudut pandangan
kemanusiaan modern Barat adalah peletak dasar-dasar segi kemanusiaan bagi
kemodernan. Cita-cita kemanusiaan yang dirumuskan dalam slogan Revolusi
Prancis, “Kebebasan, Persamaan, dan Persaudaraan,” memang belum seluruhnya
terwujudkan dengan baik. Tetapi harus diakui bahwa dunia belum pernah menyaksikan
usaha yang lebih sungguh-sungguh dan lebih sistematis untuk mewujudkan
nilai-nilai kemanusiaan itu, dalam bentuk pelaksanaan yang terlembagakan,
daripada yang dilakukan orang (Barat) sejak terjadinya dua revolusi tersebut.
Pengejawantahan terpenting cita-cita itu ialah sistem politik demokratis,
yang sampai saat ini menurut kenyataan baru mantap di kalangan bangsa-bangsa
Eropa Barat Laut dan keturunan mereka di Amerika Utara.
Aspek teknik yang material dan aspek
kemanusiaan yang nonmaterial itu berjalan hampir seiring di Eropa Barat Laut,
dan penyembulannya ke permukaan juga terjadi secara hampir bersamaan, yaitu
dalam Revolusi Industri dan Revolusi Prancis. Tetapi bagi bangsa-bangsa lain
yang hendak mencoba mengejar ketertinggalannya, jika tidak mungkin mengambil
kedua aspek itu sekaligus, sering dihadapkan kepada pilihan yang tidak begitu
mudah untuk menetapkan mana dari kedua aspek itu yang harus didahulukan.
Tetapi biasanya bentuk kesiapan tertentu suatu bangsa akan men-dorongnya
untuk secara pragmatis menentukan pilihan tanpa kesulitan. Maka India misalnya,
disebabkan oleh jumlah cukup besar dari kalangan atasnya yang berpendidikan
Barat di bawah pemerintahan kolonial Inggris, secara amat menarik
menunjukkan keberhasilannya untuk sampai batas tertentu menerapkan aspek
kemanusiaan modern Barat, yaitu, dalam hal ini, demokrasi sistem pemerintahannya.
Keberhasilan itu terjadi dengan seolah-olah mengingkari kenyataan sosial masyarakat
Hindunya yang mengenal sistem kasta yang kaku, yang sama sekali tidak selaras
dengan keseluruhan cita-cita kemanusiaan modern. Meskipun India berhasil
mewujudkan dirinya sebagai “demokrasi terbesar di muka bumi”, perkembangan
lebih lanjut menunjukkan bahwa kemelaratan rakyatnya senantiasa menjadi sumber
ancaman kelangsungan demokrasi itu.
Sebaliknya, saat-saat terakhir ini kita bisa menyaksikan peningkatan secara
luar biasa kemakmuran material beberapa negara Timur Tengah pemilik
petrodollar. Jika dibenarkan menggunakan kriteria India itu kepada gejala
Timur Tengah ini, maka dapat dikatakan bahwa, kebalikan dari India, negara-negara
petrodollar itu memiliki kesiapan tertentu untuk mengambil dari Barat dan
mengadopsi, secara lahirnya, aspek teknik dan kemodernan. Tetapi jika tidak
segera atau bersama dilakukan penggarapan yang serius terhadap aspek pengembangan
kemanusiaannya, ada kemungkinan bahwa “kemajuan” material itu akan justru
merupakan epok sejarah setempat yang ternyata nanti menimbulkan penyesalan yang
mendalam. Nampaknya tantangan ini disadari sepenuhnya oleh para pemimpin
negara-negara itu.
0 Comment