PPRPM
Selamat Datang di Website Resmi Pusat Penelitian Riset dan Publikasi Mahasiswa

Sabtu, 11 Februari 2023


 Abad Modern: Pengulangan “Sumerisme”

Apa yang dialami umat manusia 5.000 tahun yang lalu diulang lagi sejak dua abad terakhir ini, tetapi dengan tingkat intensitas dan ukuran yang jauh lebih hebat. Laju perkembangan peradaban umat manusia karena “Sumerisme” ada­lah sedemikian tingginya, sehingga sesuatu yang sebelumnya terse­lesai­kan dalam hitungan waktu ribuan tahun kini dapat rampung dalam ratusan tahun saja. Jauh lebih tinggi adalah laju perkembangan per­adaban manusia setelah timbulnya Abad Modern: apa yang dulu me­mer­lukan ribuan tahun untuk menye­lesaikannya sekarang dapat tuntas hanya dalam jangka waktu puluhan atau malah satuan tahun. Dengan kata lain, Abad Agraria dari Sumeria itu mempercepat perkembangan per­adaban umat manusia secara deret hitung, se­dang­kan Abad Modern ini mele­cutnya secara deret ukur. Karena itu adalah amat logis bahwa krisis umat manusia secara ke­se­luruhan akibat Abad Modern ini jauh lebih hebat berlipat ganda daripada gejolak akibat timbulnya pola kehidupan baru dari Sumeria dalam bentuk peradaban kota ber­dasarkan ke­agrarian 5000 tahun yang lalu.

Peninjau yang Westernistik mengira bahwa Abad Modern dan Teknikalismenya itu merupakan sesuatu yang secara istimewa hanya bisa lahir di Barat, yakni Eropa, dan dengan nada simplistik kemudian mereka menariknya ke belakang sampai ke peradaban Yunani dan Rumawi kuna (“Graeco Roman Civilizations”). Lebih tidak benar lagi ialah pandangan bahwa Mo­dernis­me itu merupakan “genius” peradaban Yahudi-Kristen (“Judeo Christian Civilizations”). Seperti halnya Abad Agraria yang dimulai oleh bangsa Sumeria yang tidak mungkin ada tanpa lebih dahulu terdapat kebudayaan pertanian (tanpa kota) pada kelompok-ke­lom­­pok manusia di Mesopotamia dan sekitarnya, tinjauan dengan meng­gunakan wawasan sejarah kema­nusian sejagad, seperti dila­kukan oleh Hodgson, membukti­kan bahwa Abad Modern ini, seka­li­pun sangat radikal, masih merupa­kan kelanjutan wajar perkem­bangan peradaban dunia seluruh­nya. Karena itu Modernisme, jika toh tidak timbul di suatu tempat tertentu seperti di Eropa Barat Laut, tentu akan timbul di tempat lain. Seandainya tidak timbul di Eropa Barat Laut seperti telah te­r­ja­di, Abad Mo­dern itu diperki­ra­kan sangat mung­kin muncul setidak­nya di dua tempat lain, yaitu Cina (di bawah dinasti Sun yang me­n­emukan kompas dan mesiu serta melancarkan program indus­trialisasi pertanian) dan negeri-negeri Islam, yang memiliki kesiap­an intelektual paling tinggi. Lebih-lebih ber­kenaan dengan Dâr al-Islâm, abad Modern dapat dengan man­tap dipandang sebagai ke­lanjutan lang­sungnya, terutama dilihat dari segi pola kehidupan sosial-ekonominya sebagai ma­sya­rakat berkota (citied society).

Tetapi, karena watak dasar dan dinamikanya, Abad Modern ini, sekali dimulai di suatu tempat, tak mungkin lagi bagi tempat lain untuk juga memulainya dari titik tolak kosong. Dan mengapa Abad Modern tidak timbul dari ling­kungan negeri-negeri Muslim (atau Cina) melainkan di Eropa Barat Laut, memang merupakan suatu pertanyaan besar. Hodgson men­duga bahwa masyarakat Islam gagal mempelopori kemodernan karena tiga hal: konsentrasi yang kelewat besar penanaman modal harta dan manusia pada bidang-bidang ter­ten­tu, sehingga pengalihannya ke­­pada bidang lain merupakan sua­tu kesulitan lu­ar biasa; ke­ru­sa­kan hebat, baik material mau­­­pun men­tal-psikologis, akibat serbuan bia­dab bangsa Mongol; justru kece­merlangan peradaban Islam sebagai suatu bentuk pe­muncakan Abad Agraria membuat kaum Muslimin tidak pernah secara mendesak merasa perlu kepada suatu pening­kat­an lebih tinggi. Dengan kata lain, dunia Islam berhenti berkem­bang karena ke­jenuhan dan ke­mantapan kepada dirinya sendiri. Ketika disadari secara amat terlam­bat bahwa bangsa lain, yakni Eropa, benar-benar lebih unggul dari mereka, bangsa-bangsa Muslim itu terperanjat luar biasa dalam sikap tak percaya. Tidak ada gambaran yang lebih dramatis tentang psiko­logi umat Islam itu seperti keter­kejutan mereka ketika Napoleon datang ke Mesir dan menaklukkan bangsa Muslim itu dengan amat mudah.

0 Comment