PPRPM
Selamat Datang di Website Resmi Pusat Penelitian Riset dan Publikasi Mahasiswa

Selasa, 11 April 2023

 BEDAH MAYAT

Prinsip harus menghormati jenazah, khususnya jika dikaitkan de­ngan hadis tentang tidak diperkenankannya menyakiti jasad orang yang telah meninggal, telah menimbulkan kontroversi tentang boleh tidaknya bedah mayat. Dan kontroversi itu akan dengan mudah dilanjutkan kepada persoalan pemindahan organ tubuh mayat ke tubuh orang lain (tang masih hidup). Tetapi riwayat hadis itu sendiri agaknya tidak terlalu kuat. Ia diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dengan sanad yang memenuhi syarat kriteria hadis Imam Muslim (namun tidak menyamai hadis Muslim). Kemudian ada tambahan kata-kata amat penting oleh Ibn Majah dari riwayat Ummu Salamah, yaitu kata-kata “dalam dosanya”, sehingga hadis itu lengkapnya menjadi, “Mematahkan tulang orang yang telah mati adalah sama dengan mematahkan tulang orang hidup-hidup, ‘dalam dosanya’”. Oleh karena itu Imam Muhammad Ibn Ismail al-Kahlani menjelaskan bahwa persamaan itu menegaskan kewajiban kita menghormati jasad orang mati seperti menghormati orang hidup. Sedangkan tambahan “dalam dosanya” menerangkan, antara lain, bahwa terdapat kemungkinan (yahtamilu) orang yang telah meninggal itu bisa merasa sakit seperti halnya orang hidup (tapi tidak pasti).

Isyarat dalam keterangan al-Kahlani itu (bahwa orang mati belum jelas bisa merasa sakit seperti orang hidup) agak berlawanan dengan beberapa hadis lain, khususnya dengan hadis talqîn (mengajari orang mati dengan kalimat syahadat—suatu petunjuk bahwa orang mati dapat mendengar, jadi dapat merasa sakit). Bahwa orang mati dapat mendengar merupakan pendapat yang umum dianut kaum Muslimin di Indonesia. Namun ada indikasi bahwa yang dimaksud dengan talqîn itu bukanlah pengajaran kepada orang yang telah mati, melainkan kepada yang hendak mati, yakni yang dalam keadaan sekarat. Sebab perkataan “orang-orang mati” dalam hadis itu adalah majâz (metafor) untuk orang yang hendak mati, tidak dimaksudkan arti harfiahnya.

Sebaliknya, isyarat al-Kahlani itu lebih bersesuaian dengan makna yang dapat ditarik dari beberapa ayat Al-Quran bahwa orang-orang yang telah meninggal itu seperti tidur nyenyak (Q., 36: 52), sehingga mereka akan terkejut sewaktu dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat.

Lebih jauh, isyarat al-Kahlani itu sejalan dengan beberapa firman lain yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad tidak akan bisa membuat orang yang telah mati atau orang yang telah ada dalam kubur, menjadi mendengar (Q., 27: 80; Q., 30: 52; Q., 35: 22). Dalam memahami firman inipun tidak lepas dari masalah penafsiran. “Orang yang ada dalam kubur” dalam Q., 35: 22 adalah metafor untuk orang yang berkeras kepala tidak mau mendengarkan seruan kepada kebenaran—yaitu orang kafir. Tapi, kenyataan bahwa metafor demikian itu digunakan menunjukkan kebenaran makna asalnya, yaitu bahwa “orang dalam kubur” memang tidak bisa mendengar.

Dari uraian singkat di atas kiranya dapat disimpulkan dengan cukup mantap bahwa orang mati tidak bisa lagi merasakan apa yang terjadi pada tubuhnya, termasuk juga bila dipotong suatu organnya. Dengan begitu, kewajiban meng­hormati orang mati seharusnya tidak membawa akibat dilarangnya melakukan sesuatu yang perlu terhadap tubuhnya, seperti bedah mayat dan pengambilan untuk dimanfaatkan.

Untuk memperoleh kepastian lebih lanjut mengenai “hukum” donasi organ tubuh ini—selain  kemungkinan  melihatnya  sebagai  tidak  bertentangan  dengan

konsep fitrah dan dengan prinsip kewajiban menghormati jenazah—harus digabungkan dengan prinsip yang lebih positif, yaitu prinsip kewajiban mempertahankan dan mengembangkan kehidupan manusia. Menurut agama menghidupi atau menghidupkan seorang manusia memiliki nilai kebaikan sama dengan menghidupi atau menghidupkan seluruh umat manusia (Q., 5: 32). Maka usaha menyelamatkan hidup seorang manusia adalah suatu amal kebajikan yang tak ternilai di hadapan Tuhan. Tentu saja termasuk kerelaan mendonasikan organ tubuh kita untuk yang memerlukan.

Dirangkaikan dengan berbagai kaedah ushûl al-fiqh (dasar-dasar yurisprudensi), kemungkinan pengembangan dan penarikan hukum donasi organ tubuh itu dapat memperoleh keluwesan dan dinamika yang lebih jauh.

 

 

1 Comment: