PPRPM
Selamat Datang di Website Resmi Pusat Penelitian Riset dan Publikasi Mahasiswa

Kamis, 13 April 2023

 Beribadah dan Berpikir

Ada suatu firman suci yang baik untuk kita renungkan dan amalkan maknanya. Firman itu terbaca terjemahannya kurang lebih demikian: Katakan (hai Muham­mad), Aku hanyalah menasehatkan satu perkara saja kepada kamu semua, yaitu hendaknya kamu berdiri menghadap Allah, berdua-dua (bersama orang lain) atau pun sendirian, kemudian kamu berpikir (Q., 34:46). Dengan kata lain, Nabi Saw. diperintahkan untuk menyampaikan pesan yang terdiri dari dua hal namun hakikatnya tunggal, yaitu beribadah dan berpikir.

Bagi banyak kaum Musli makna firman itu sudah jelas, yaitu bahwa beribadat dan berpikir adalah dua kegiatan yang tidak boleh dipisahkan. Beribadat yang mempunyai efek pendekatan pribadi kepada Allah mengandung arti penginsafan diri pribadi akan makna hidupnya, yaitu makna hidup yang berpangkal dari kenyataan bahwa kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Oleh karena itu, dengan sendirinya diharapkan bahwa seseorang yang beribadat akan sekurang-kurangnya memiliki perbentengan diri dari ke­mungkin­an tergelincir kepada kejahatan. Inilah makna firman bahwa shalat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar.

Secara lebih positifnya, beribadat diharapkan mempunyai efek tumbuh dan menguatkan komitmen moral, yaitu rasa ketertarikan batin kepada keharusan berbuat baik kepada sesama manusia. Juga berarti diharapkan bahwa seseorang yang beribadat mempunyai dorongan yang tulus untuk bekerja dan berkegiatan yang membawa manfaat kepada sesamanya. Di sinilah relevansinya berpikir sebagai gandengan beribadat. Yaitu bahwa kita tidak dibenarkan begitu saja melakukan sesuatu yang kita anggap baik sebagai hasil dorongan ibadat kita, namun tanpa pengetahuan yang diperlukan untuk merealisasikannya secara benar. Dalam masyarakat sering terjadi seseorang dengan dorongan kemauan baik hendak berbuat suatu kebaikan, namun hasilnya justru merugikan orang lain. Maka orang itu karena kemauan baiknya, mungkin akan tetap mendapatkan pahala di akhirat nanti; tapi karena kemauan baik yang dia laksanakan secara tidak benar akibat ketiadaan ilmu padanya, mungkin saja dia malah akan membuat sesamanya celaka. Itulah sebabnya ditegaskan dalam Kitab Suci (Q., 58:11) bahwa keunggulan akan diberikan Allah kepada mereka yang beriman dan berilmu. Jadi, bukan hanya beriman saja tanpa ilmu dan juga bukan berilmu saja tanpa iman.

Kesatuan antara iman dan ilmu itu dalam Islam menjadi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan di zaman klasiknya yang jaya. Kini para sarjana sepakat bahwa se­ba­gaian basar dari ilmu penge­tahuan modern merupakan pe­ngembangan lebih lanjut dari pokok-pokok pe­mikiran ilmiah zaman klasik Islam.

Di samping itu, ada faktor lain yang membuat beribadat dan berpikir itu penting dilaksanakan serentak, yaitu berpikir tentang ber­ibadat itu sendiri. Ibadat memang amat diperlukan, tapi dia harus ber­da­sarkan sesuatu yang potensial ma­suk akal, bukan dongeng atau mi­tologi. Karena itu disebutkan bahwa satu kualitas orang-orang yang beriman ialah bahwa mereka itu, jika diigatkan akan ayat-ayat Tuhan mereka, tidak tunduk sebagai orang yang tuli dan buta (Q., 25:73), melainkan, seperti dikatakan A. Hassan, tunduk dengan ikhlas dan dengan pengetahuan, karena menggunakan pikiran.

 

0 Comment